Agama Tidak Membuat Orang Jadi Baik

Tidak ada satu Agama pun di dunia, yang bisa membuat orang jadi baik.
Yang ada; Orang baik dan mempunyai niat yang baik, menggunakan Agama apa pun, untuk tujuan kebaikan. Pasti dia akan jadi baik.
Jadi pilihlah Agama yang sesuai dengan Logika dan Hati Nurani.

Rabu, 29 September 2010

Dua Ancaman Besar dalam Ajaran Agama Jawi

Dalam ajaran Agama Jawi, terdapat dua bentuk ancaman besar yang mendasari sikap kewaspadaan (eling lan waspada), karena dapat menghancurkan kaidah-kaidah kemanusiaan itu sendir.

Hawa Nafsu
Manusia harus mampu meredam hawa nafsu, dengan mengontrol nafsu-nafsunya yang muncul dari sembilan unsur yang terdapat dalam diri manusia.

Nafsu merupakan perasaan kasar, yang akan menggagalkan kontrol diri manusia, dan membelenggu, serta membutakan kita dari dunia lahir maupun bathin.

Nafsu akan menjadi sumber yang memboroskan kekuatan-kekuatan bathin tanpa ada gunanya. Dengan nafsu yang tidak terkontrol, manusia akan justru menjadi lemah.

Lebih lanjut, nafsu akan lebih berbahaya, karena mampu menutup Akal Budi. Sehingga manusia yang menuruti hawa nafsu-nya, tidak lagi menuruti akal budinya (budi pekerti). Manusia demikian, tidak dapat mengembangkan empati-nya, mereka semakin mengancam lingkungannya, menimbulkan konflik, ketegangan, dan merusak ketentraman kehidupan kita semua.

Pamrih.
Apa tujuan kita berbuat baik? Berbuat baik adalah sebuah Kewajiban, karena dengan berbuat baik dengan pihak lain (Manusia, Alam, Alam Ghaib, dlsb) ciptaanNya, berarti kita pun menjunjung dan mensyukuri segala yang diberikan Ghusti kepada kita..

Berbuat baik kepada pihak lain (Manusia, Alam, Alam Ghaib, dlsb) dengan pamrih, hal ini sama saja dengan tidak mensyukuri kenikmatan dan kebahagiaan yang diberikan oleh Ghusti kepada kita.

Sabtu, 04 September 2010

Sembahyang

Bagaimana sembahyang ?
Untuk sembahyang sehari-hari yang rutin adalah, pada saat “Bangun Tidur” dan ketika “Menjelang Tidur”.

Maknanya; Orang Lahir (Bangun Tidur) dan Meninggal (Tidur)

Bagaimana posisi sembahyang?
Kita cukup terlentang layaknya orang tidur, dengan "Telapak Tangan Kiri Diletakan Tepat di atas Jantung", dan "Telapak Tangan Kanan Diletakan Tepat di atas Puser.

Maknanya; Jantug (Organ Vital Kehidupan - Yang membersihkan Getih / Darah), dan Puser (Tali Kehidupan Ketika Kita di dalam Kandungan)

Apa doanya ketika sembahyang?

Bangun Tidur
Terimakasih Ghusti, saya diberi kesempatan kembali untuk hidup hari ini. “Saudara Papat limo pancer", mari kita sama-sama menikmati hari ini dengan baik, semoga hidup kita juga bermanfaat bagi Ghusti dan Pihak Lain (
Alam, Mahluk Halus, Sesepuh, Orang Lain, dlsb).

Menjelang Tidur
Ghusti, terimakasih untuk hari ini. Niat saya tidur, ikhlas dan pasrah pada Ghusti. “Saudara Papat limo pancer", selamat tidur, badan tidur hati tetap bangun. Terimakasih, sudah bersama-sama dengan saya dari Bangun Tidur hingga Tidur Kembali.

Sembayang lainnya:
Dapat dilakukan dalam keadaan Duduk atau Sila, Berdiri, maupun Terlentang.
Selain sembahyang wajib, akan lebih baik dilakukan dalam keadaan Duduk atau Sila, "Telapak Tangan Kiri Menempel di Dada, dan Telapak Tangan Kanan Menempel pada Puser", atau dengan "Tangan Kanan di Bawah Tangan Kiri".

Makna Tangan Kanan di Bawah Tangan Kirinya; Yang Kotor di Bawah Yang Bersih (Darah Bersih dari Jantung mengalir pada bagian Tubuh sebelah Kiri, sementara aliran Darah Kotor mengalir pada bagian Tubuh sebelah Kanan).

Menyembayangi orang Meninggal:
Doanya : Dari Surga kembali ke Surga. Ghusti mohon ampunan untuk teman, saudara, dlsb.(bisa 3 x atau 7 x) Semoga dapat kembali ke asalnya, dengan jalan yang lurus dan terang. Dari Surga kembali ke Surga.

Catatan:
Diakhir sembahyang atau doa, mengapa kita tidak menggunakan kata Amin?
Kata Amin, jika diterjemahkan adalah: kabulkanlah!
Kata kabulkanlah, adalah kata perintah. Jadi tidak sepantasnya kita memerintah Tuhan Yang Maha Esa.
Sebaliknya, "berterimakasihlah" setiap menyudahi sembahyang atau berdoa. Karena kata itulah kebalikannya dari kata Amin
Untuk bahasa Jawa-nya; matursembahnuwun Ghusti
Untuk bahasa Indonesianya; Terimakasih Ghusti
Ghusti selalu memberikan kita yang terbaik, masa manusia masih menyusuruh mengabulkan keinginan serakahnya.

Jumat, 03 September 2010

Kesamaan dan Perbedaan Agami Jawi dengan Beberapa Agama-agama di Dunia lainnya

Kesamaan dan Perbedaan Agami Jawi dengan Beberapa Agama-agama di Dunia lainnya

Kesamaan
  • Tuhan Yang Maha Esa berada di atas segala-galanya.

  • Sama-sama menyembah Tuhan Yang Maha Esa.
Perbedaan
  • Kedjawen tidak mempunyai Standar Ganda terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Menurut Agami Jawi, Tuhan Maha Segala-galanya dan Maha Menyayangi Ciptaannya. Karena Maha Segala-galanya, Tuhan Yang Maha Esa tidak Bodoh, seperti yang dituduhkan Agama Pendatang, dimana Tuhan Yang Maha Esa hanya mengerti "Satu Bahasa" untuk menerima Doa dari Manusia Ciptaannya, kalau memang Tuhan Yang Maha Esa hanya bisa mengerti "Satu Bahasa" atau hanya mau mengerti "Satu Bahasa", maka sama saja mereka mengatakan bahwa Tuhan Yang Maha Esa tidak lagi "Maha Segala-galanya dan Maha Menyayangi Ciptaannya".
  • Bagi Seorang Kejawen Sejati, yakin bahwa Tuhan Yang Maha Esa tidak pernah menghukum. Oleh karenanya, Seorang Kejawen Sejati terus menjalani "Olah Roso" untuk dapat ikhlas, memuji, menyembah, beryukur, berpasrah, memohon ditunjukan kebaikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Mengukum demi kebaikan itu hanya ada dalam sudut pandang pikiran Manusia, sementara Tuhan Yang Maha Esa bukanlah manusia.
  • PUJIAN dan MENYEMBAH kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan bahasa, gerak, pikiran, dan hati nurani, tidak dapat diseragamkan, seperti gerak tertentu dan bahasa tertentu. Bagi Seorang Kejawen, berdoa selalu dengan Bahasa Ibu. Karena, kita sama-sama tahu, bahwa Tuhan Yang Maha Esa, adalah maha tahu dan maha segala-galanya, sehingga Tuhan Yang Maha Esa sudah tahu sebelum kita tahu dan mengungkapkannya dengan kata-kata.
  • Dengan keyakinan niat yang positif, didapat dengan OlahRoso, berkomunikasi dengan Tuhan Yang Maha Esa, TIDAK DIPERLUKAN PERANTARAAN APA DAN SIAPAPUN . Hubungan komunikasi inilah, yang justru akan menciptakan ketenangan yang lebih esensial. Sementara, beberapa Agama di Dunia menempatkan Nabi/Rasul sebagai perantaranya.

  • PUJIAN dan RASA TERIMAKASIH kepada Tuhan Yang Maha Esa, juga dibarengi dengan menghormati Pihak Lain (Alam, Mahluk Halus, Sesepuh, Orang Lain, dlsb). Karena Kedjawen tidak menempatkan manusia (dirinya) sebagai mahluk yang paling sempurna dibanding dengan lainnya. Sementara, beberapa Agama di Dunia menempatkan Manusia sebagai mahluk sempurna, dibanding maluk lainnya di Dunia ini.

  • BERDERMA tidak bisa dihitung dengan matematis, tetapi dengan keikhlasan. Sebagai mahluk yang tumbuh dari titipan Tuhan, maka keikhlasan bisa diperoleh dengan cara OlahRoso. Sementara, beberapa Agama di Dunia menempatkan hukum matematis, untuk berderma.

  • AGAMA LAIN menggunakan KITAB SUCI-nya sebagai acuan bagi penganutnya untuk berinteraksi dengan Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan bagi AGAMI JAWI, Seorang Kejawen justru dituntut untuk mendekatkan dirinya sendiri kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan cara Olah Roso yang ikhlas, agar mendapatkan jalan menuju Manunggaling Kawulo Ghusti. Sementara, Agama di Dunia mengatakan bahwa KITAB SUCI adalah buatan Tuhan Yang Maha Esa.
Catatan :
Kalau diibaratkan mainan (esensinya; semua orang pada saat kecilnya mempunyai kecintaan pada sesuatu - bisa konkrit maupun imajinatif - melebihi kecintaannya kepada dirinya sendiri)
Maka, ibarat beberapa agama-agama di dunia lainnya adalah sebuah rumah-rumahan yang sudah jadi (si anak tinggal memainkannya), sementara Agama Jawi adalah rumah-rumahan yang dibuat dari Lego (atas kreasi keseimbangan anak itu sendiri – antara pikiran dan hatinya). Lagi-lagi yang perlu untuk diingat, Tuhan Yang Maha Esa, adalah maha tahu dan maha segala-galanya, sehingga Tuhan Yang Maha Esa sudah tahu sebelum kita ingin memberitahukan kepada Nya.

Kamis, 02 September 2010

Sesajen atau Sajian

Mengapa seorang Kejawen Sejati memberikan Sesajen?
Hal ini dikarenakan oleh tata krama sopan santun kepada Pihak Lain (Alam, Mahluk Halus, Sesepuh, Orang Lain, dlsb), yang harus dicerminkan oleh seorang Kejawen.

Analoginya, dengan kita menyembah Ghusti, tidak berarti kita tidak menyuguhkan kenalan atau tetangga kita yang berkunjung ke rumah kita. Dalam kehidupan ini, Agama mana yang tidak mempercayai alam gaib, atau kehidupan lain di bumi ini? Dalam Kedjawen, kepercayaan itu dituangkan pula dalam pola sopan santun kepada “Mahluk Halus” yang termasuk dalam kategori Pihak Lain (Alam, Mahluk Halus, Sesepuh, Orang Lain, dlsb) yang ada di sekitar kita.

Atau sebaliknya, jika kita menyuguhkan sajian kepada tamu kita yang datang ke rumah kita, apakah artinya kita menyembah tamu kita tersebut?
Jawabannya; tentu tidak khan!

Mengapa malam Jumat?
Seorang Kejawen mempercayai, bahwa malam Jumat adalah malam dimana para “Sesepuh” (baik itu mahluk halus maupun orang tua/saudara/kerabat yang sudah tidak ada) mengunjungi anak wayahnya.

Apa yang disuguhkan?
Untuk menghormati para “Sesepuh”, kita sebaiknya menyuguhkan hidangan seperti layaknya menyuguhkan tamu kita, minuman (Teh atau Kopi - tidak menutup kemungkinan jika kita juga ingin menyediakan rokok, bunga melati - sebagai wangi-wangian, dlsb) sebagai simbol penghormatan kita kepada para “Sesepuh” atau tamu kita. Jadi, hal ini merupakan bentuk sopan santun kita kepada para “Sesepuh”, maupun "Mahluk Halus" yang kita rasa sering berkunjung ke rumah kita.

Mengapa disebut Sesepuh?
Karena mereka umumnya mempunyai umur yang jauh di atas kita. Sehingga mereka layak disebut "Sesepuh". Begitu juga Kakek Buyut kita atau Orang Tua kita yang sudah meninggal. Dimana mereka selalu menengok anak cucu-nya pada malam Jumat.

Jadi kita tidak menyembah Sesepuh kita melebihi Ghusti?
Absolut tidak. Kalau dibalik dengan pertanyaan. Apakah Anda menyuguhkan kenalan Anda waktu mereka bertamu ke rumah Anda, berarti Anda menyembah tamu Anda?

Mengapa waktu memberikan Sesajen, bersikap seolah menyembah?
Ini memang ada kesalahan gesture antara menyembah Ghusti, dengan memberi hormat kepada “Sesepuh”.

Sebenarnya dalam Kejawen menjembah Ghusti, tangan diletakan diatas kepala atau bersentuhan dengan dahi.
Yang memiliki makna; Posisi Ghusti adalah absolut di atas segala-galanya

Sedangkan untuk memberi salam hormat kepada “Sesepuh” tangan/jempol menyentuh dagu. Yang memiliki makna; bahwa seorang Kejawen tidak boleh berbuat sembrono/sembarangan (baik prilaku maupun bertutur kata), kepada orang atau mahluk yang lebih sepuh.

Sementara memberi salam hormat kepada sesama adalah dengan tangan/jempol menyentuh dada.
Yang memiliki makna; bahwa seorang kejawen menghormati sesamanya, dengan hati yang tulus dan ikhlas

Catatan:
Jadi jelas bahwa Seorang Kejawen harus menjaga keseimbangan "Sopan Santun" dengan Pihak Lain (Alam, Mahluk Halus, Sesepuh, Orang Lain, dlsb)

Kamis, 10 Juni 2010

Kesembuhan Dengan Olah Roso

Mengapa Kejawen selalu dimusuhi oleh Agama-agama yang berorientasi ekonomi. Karena untuk penyembuhan, Seorang Kejawen tidak perlu pergi ke Dokter atau Tabib.

Karena Seorang Kejawen yakin, bahwa Manusia adalah Ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Sehingga jika terjadi "Kerusakan Organ Tubuhnya," maka hanyalah Ghusti itu sendiri yang dapat menyembuhkannya.

Dengan Olah Roso, Seorang Kejawen dapat menyembuhkan dirinya sendiri. Sehingga, bagi Seorang Kejawen yang sudah mengerti pentingnya Olah Roso, Ia akan dapat menyembuhkan dirinya dari segala macam penyakit yang ada di dunia ini. Kecuali sudah "Kehendak Ghusti".

Caranya:
Doa Untuk Memohon Kesembuhan
Membuat Air Jadi Obat
Puasa Mutih Senin Kamis (Hanya bagi penyakit yang parah atau sudah menahun)

Kamis, 20 Mei 2010

Agama Tuhan

Agama Tuhan adalah, agama yang berorientasi pada satu Tuhan, atau yang disebut Tuhan Yang Maha Esa, dalam Kedjawen disebut sebagai Ghusti.

Proses adanya Tuhan dalam pikiran manusia, adalah karena adanya Olah Roso, dimana seorang Kejawen menemukan hubungan perasaan yang unik dengan zat yang dinamakan orang-orang di dunia ini; Allah, Tuhan, God, Ghusti.

Jadi jelas, tidak ada satu Agama pun di dunia ini, yang dibuat oleh Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini dikarenakan beberapa nalar matahati kita:

Iman, Dogma dan Mencari Tuhan

Dalam mayoritas agama yang ada di dunia, Iman adalah senjata ampuh, ketika penganut atau calon penganut agama tersebut, mulai bertanya dengan logika, kaitan-kaitan ayat-ayat yang ada di "Kitab Sucinya", dengan membandingkan dengan kehidupan sehari-hari.

Kedjawen adalah agama yang logis, karena keyakinan harus dibarengi dengan logika yang masuk akal.

Karena keberadaan Zat yang disebut Ghusti tersebut eksistensinya dalam pikiran manusia didapat dari Olah Roso.

Banyak agama yang memulai dari Adam dan Hawa, di satu sisi, tetapi di sisi lain, mereka tahu adanya proses Evolusi Manusia Purba ke Manusia Modern. Di sinilah senjata ke-Imanan dipermainkan, oleh agama-agama yang mengandalkan Kitab Suci.

Bagi Kedjawen, kontradiksi itu tidak perlu terjadi. Karena proses Evolusi terjadi di pulau Jawa, atau di Lokal tempat Agami Jawi berkembang. Jadi proses adanya Tuhan Yang Maha Esa dalam pikiran Manusia adalah sebuah proses pencarian Olah Roso, yang sudah dimulai sekitar 4425 tahun Sebelum Masehi.

Di sinilah mengapa Agami Jawi adalah Agama yang Logis dan dapat dibuktikan, tanpa perlu adanya Dogma yang dipaksakan kepada penganutnya.

Jumat, 14 Mei 2010

Pithecanthropus

Pithecanthropus Mojokertensis itu artinya manusia kera dari Mojokerto.

Itu sebenarnya cuma salah satu jenis dari phitecanthropus yang ditemukan Ralph von Koeningswald di Mojokerto tahun 1936 dalam rupa fosil anak- anak. Disebut juga Pithecanthropus Robustus.

Pithecanthropus secara tipologi berada pada lapisan Pucangan dan Kabuh. Umurnya diperkirakan 30.000- 2 juta tahun.

Ciri- ciri pithecanthropus:

1. Tinggi: 165- 180
2. Badan tegap, tidak setegap Meganthropus
3. Otot kunyah tidak sekuat Meganthropus
4. Hidung lebar dan tonjolan di kening melintang sepanjang pelipis
5. Tidak berdagu
6. Makanannya tumbuhan dan hewan hasil buruan

Catatan:
Evolusi bagi seorang Kejawen

Manusia Hobbit di Pulau Komodo

Misteri Manusia Hobbit di Pulau Komodo

Ilmuwan telah menemukan kerangka-kerangka manusia yang menyerupai hobbit (manusia kerdil di Film/Novel Lord of The Ring) yang ukurannya tidak lebih besar dari anak usia 3 tahun di sebuah gua. Manusia kerdil yang memiliki tengkorak seukuran segerombol anggur, hidup dengan gajah purba dan komodo di pulau terpencil di Indonesia sekitar 18.000 tahun yang lalu.

Kerangka yang ditemukan adalah milik seorang wanita dengan tinggi 1 meter, berat sekitar 25 kilogram dan berumur sekitar 30 tahun ketika meninggal 18.000 tahun yang lalu.

Ini adalah temuan spektakuler dan yang paling ekstrim yang pernah diberitakan !!!! Bagaimana tidak? Spesies ini telah mendiami pulau komodo pada masa di mana manusia modern (homo sapiens) juga telah ada di Indonesia (95.000 - 13.000 tahun yang lalu).

Selain menemukan kerangka, ilmuwan juga menemukan peralatan batu seperti pisau, alat pelubang, alat pemotong untuk berburu stegedon (gajah purba).

Banyaknya spesies manusia yang tidak saling berhubungan dalam rantai evolusi menimbulkan tanda tanya, ada berapa jenis makhluk menyerupai manusia yang hidup di Jaman Prasejarah Indonesia... dan mengapa mereka punah tanpa meninggalkan keturunan.

Bila mereka bukan manusia kenapa mereka berkelakuan seperti manusia, yang mampu membuat peralatan dari batu dan tulang, memasak menggunakan tungku api....

Orang-orang purba yang mendiami wilayah Sumatra telah melukiskan sesosok makhluk dengan jengger yang memiliki ekor dan leher yang panjang. Beberapa makhluk ini menyerupai hadrosaurs. Dalam karyas seni purba ini digambarkan bahwa beberapa Corythosaurus sedang diburu oleh orang-orang purba di Indonesia.


Sumber: Art of Indonesia, Tibor Badrogi, 1973

Catatan:
Evolusi bagi seorang Kejawen

Meganthropus Erectus

Misteri manusia raksasa MEGANTHROPUS ERECTUS

Tulang paha Meganthropus
Fossil manusia raksasa yang berukuran tinggi 2,1 - 3,7 meter telah ditemukan di Sangiran pada tahun 1942 oleh Von Koenigswald.

Meskipun sejaman dengan Homo Erectus lain seperti Homo Soloensis yang mendiami wilayah tepian Bengawan Solo, keberadaannya belum dapat dijelaskan. Bahkan nama latin spesies ini masih diperdebatkan mau merujuk ke genus mana dalam sistem taksonomi. Peralatan yang digunakan juga berukuran besar.

Catatan:

Evolusi bagi seorang Kejawen

Rabu, 12 Mei 2010

Makna Kejawen: Kitab dan Pancing

Banyak orang memvonis, bahwa Kedjawen bukanlah agama, melainkan hanya kepercayaan semata. Dalilnya, karena Kedjawen tidak memiliki Kitab sebagai rujukan.

Bagi agama Rasul, Kitab menjadi penting karena memang agar para penganut agama mereka, tidak dapat atau tidak diizinkan berinteraksi langsung dengan sang Penciptanya.

Ibarat Pancing dan Ikan, dalam agama Rasul, para penganutnya langsung diberi ikan. Sehingga para penganutnya, seolah akan dapat lebih mudah untuk mengerti kaidah-kaidah komunikasi dengan sang Pencipta, dengan pola menghafal.

Sementara pada Kejawen, kita diberi pancing untuk mencari tahu bagaimana heningnya berkomunikasi dengan sang Pencipta, hal ini tidak perlu dihafal. Karena Olah Roso membuat kita berinteraksi sesungguhnya dengan sang Pencipta.

Makna Kejawen: Berpakaian dan Bertutur Kata

Agama adalah bukan sesuatu yang perlu diperlihatkan dalam kaitannya dengan eksistensi seseorang. Memang, ada agama yang memiliki fashion sendiri, untuk mencirikan agama mereka.
Kalau hal itu yang menjadi esensi dari orang-orang yang memeluknya, itu sama saja orang-orang tersebut membeli barang abal-abal, yang penting seolah-olah mereka memiliki barang yang asli.

Berpakaianlah yang sopan dan bertutur katalah yang santun, kalau kita ingin menjadi seorang Kejawen Sejati. Dari Sopan Santun kita, tentunya kita akan memperkecil kemungkinan menyakiti pihak lain (Orang Lain, Alam, Mahluk Halus, Sesepuh, dlsb). Dengan menjaga sopan santun tadi, sesungguhnya itu merupakan hal dasar, kalau kita ingin mengakui dalam hati, bahwa kita adalah seorang Kejawen Sejati.

Selasa, 11 Mei 2010

Makna Kejawen : Tuhan, Anak-anak Kita, dan Kita

Bicara mengenai hubungan Tuhan Yang Maha Esa dengan Kita, dapat digambarkan dari hubungan Tuhan Yang Maha Esa dengan anak-anak kita.

Semua agama di dunia, juga mempunyai pemahaman yang sama, bahwa Anak adalah Titipan Tuhan Yang Maha Esa Kepada Kita.

Artinya: dari kelahirannya, Anak Kita memiliki hubungan yang khusus dengan Tuhan Yang Maha Esa, sampai-sampai kita dititipkan oleh Nya.

Apa kewajiban kita untuk dapat mengabdi pada Nya, yakni membimbing anak-anak kita ke jalan yang Berbudi Luhur. Mengapa?

Karena nantinya anak-anak kita pun akan mendapat titipan dari Nya.

Sirkulasi ini berjalan terus berulang hingga akhir zaman.

Kenapa anak disebut sebagai Titipan Tuhan Yang Maha Esa?
Karena kelak, dirinya akan menjadi Utusan Nya dalam membimbing anak-anak mereka.

Di sinilah esensi hubungan kita (Kejawen) dengan Tuhan Yang Maha Esa, bahwa kita semua kelak sebagai utusan Nya, yang wajib menjaga keharmonisan antara kita semua termasuk Orang Lain, Alam, Mahluk Halus, Sesepuh, dlsb

Makna Kejawen : Manunggaling Kawula Ghusti

Manunggaling Kawula Ghusti, merupakan makna yang dalam bagi Seorang Kejawen. Oleh karenanya banyak pemuka-pemuka agama yang non Kejawen, memelintir esensi dari makna Manunggaling Kawula Ghusti itu sendiri.

Hal ini tidak lain dan tidak bukan, untuk memuluskan pemasaran agama import yang dibawanya ke dalam Masyarakat Jawa yang sengkretis. (Mudah2an di kemudian hari Masyarakat Jawa lebih Waspada dengan pengaruh budaya asing)

Manunggaling Kawula Ghusti sama sekali bukan bermakna bersatunya kita dengan Tuhan Yang Maha Esa.

Makna sebenarnya dari Manunggaling Kawula Ghusti adalah, bahwa hubungan seorang Kejawen dengan Tuhan Yang Maha Esa, tidak melalui perantara apapun seperti yang dilakukan oleh agama-agama Rasul.

Dalam pemahaman Kejawen, hubungan setiap orang kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah hubungan yang unik, karena pada awalnya setiap orang yang lahir di muka bumi adalah Titipan Tuhan Yang Maha Esa.

Pemelintiran tersebut, jelas untuk kepentingan penyebaran agama impor tersebut.

Catatan :
Unik adalah tidak ada duanya. Seperti dot com misalnya, tidak ada dot com yang kembar. Lebih mudahnya; kejawenonline.blogspot.com sementara secara formal ini milik saya, tidak ada orang lain secara formal yang dapat mengakui bahwa ini miliknya.

Analogi lain:
Jika kita mencintai dan menyayangi Ibu kandung kita, dan mengatakan bahwa Ibuku ada dalam diriku (hatiku) dan segenap aliran darahku. Apakah berarti badan Ibu kita ada dalam badan kita?

Itulah yang juga dimaksud dengan Manunggaling Kawulo Ghusti. Adalah sebuah rasa yang mendalam, dan komitmen untuk berprilaku dengan segenap hati yang bersih.

Bukan seperti yang diartikan; mempersatukan Tuhan dengan diri kita.
Lagi-lagi ini adalah sebuah pemelintiran dari agama impor.

Mari Menggunakan Bahasa Kita Sendiri

Yang perlu diingat, bahwa Tuhan Yang Maha Esa dapat mengerti bahasa apapun, bahkan bahasa yang baru kita sebut dalam hati sekalipun, Tuhan Yang Maha Esa dapat mengerti.

Sembahyang dengan Bahasa, selain Bahasa Ibu, menurut saya, kita tidak dapat menghayatinya dengan tulus dan iklas. Bagaimana tidak, sebab seperti kebanyakan penyanyi-penyanyi di Indonesia yang menyanyikan lagu berbahasa asing. Alunannya benar, tetapi karena tidak ada penghayatannya, terdengar hambar.

Oleh karenanya, menurut saya, Agama yang cocok untuk setiap orang di dunia ini, adalah Agama Lokal mereka masing-masing. Hal ini lebih dikarenakan, dengan kita menganut Agama Lokal, berarti kita pun menggunakan Bahasa Lokal.

Beberapa negara yang benar-benar maju, tidak hanya di bidang sains, tetapi kemajuan budayanya pun begitu pesat, seperti; Israel, Jepang, dan China (Bahkan Nabi-nya orang Islam saja menasehati "Belajarlah sampai ke Negeri China")
Mereka semua menggunakan Agama Lokal.

Bahasa Asing - Bahasa Indonesia
Abi : Bapak, Ayah Umi : Ibu, Bunda
Allah : Tuhan (Ghusti)
Amin : Terimakasih, Matursembahnuwun Ghusti. (Amin=Kabulkanlah - tidak sepantasnya manusia memerintahkan Sang Pencipta)
Assalam mu alaikum : Salam, Sepada, Permisi
Bro (Brother) : Sob (Sobat)
Copy Paste - CoPas : SaTe (Salin Tempel)
Dijabah : Dikabulkan
Download : Unduh Upload : Unggah
Ichtiar : Berusaha
Insya Allah : Mudah-mudahan (bermakna; semoga dimudahkan dalam melakukan....)
Mubazir : Muspro
Tausiyah : Wejangan

Di atas hanya contoh saja, selebihnya mungkin Anda lebih peka. Silahkan mencintai Bahasa Indonesia seutuhnya, dengan berjuang untuk tidak terpengaruh dari bahasa2 Asing yang mendominasi Bahasa pergaulan bahkan bahasa resmi di Indonesia.

Rabu, 05 Mei 2010

Cuci Otak dan Kejawen

Cuci otak merupakan tindakan Subyek mempengaruhi Obyek dengan cara, membawa logika berfikir Obyek ke pola pikir yang diingini oleh Subyek.

Prosesnya adalah: Subyek dan Obyek pertama-tama memiliki satu pijakan narasumber yang sama. Nara sumber dapat berupa kitab suci, atau buku-buku yang diterjemahkan dengan merujuk pada kitab suci tersebut, dengan beberapa ayat-ayat yang meyakinkan. Bagi orang-orang yang berambisi untuk masuk Surga, yang notabene belum ada bukti, bahwa orang yang meninggal dengan menyakiti dirinya sendiri, maupun orang lain, bisa masuk Surga.

Bagi seorang Kejawen, dimana Perasaan Surgawi dan Kejamnya Neraka yang hakiki ada dalam hatinya sendiri.
Mengapa Perasaan Surgawi ada dalam hati kita sendiri? Surga adalah sebuah perasaan yang membahagiakan, yang mana dirinya sudah berhasil menikmati hidupnya yang bermanfaat, yangmana sekaligus prilakunya dapat bermanfaat juga bagi Pihak Lain (Orang Lain, Alam, Mahluk Halus, Sesepuh, dlsb).

Mengapa Kejamnya Neraka ada dalam hati kita sendiri? Neraka adalah sebuah perasaan bersalah, karena merugikan Pihak Lain (Orang Lain, Alam, Mahluk Halus, Sesepuh, dlsb). Perasaan Benar dan Bersalah, bagi seorang Kejawen, didapat dari hasil Olah Roso. Sehingga ketika perasaan Kejamnya Neraka muncul dalam dirinya, maka seorang Kejawen, tidak henti-hentinya untuk meminta ampun pada Ghusti, untuk memohon tuntunanNya.

Kalau perasaan Surgawi tersebut sudah ada dalam diri seseorang, maka seorang yang Berbudi Luhur, tidak akan lagi terpengaruh untuk berambisi masuk Surga.
Tetapi bagi seorang Kejawen yang masih terlalu merasa bersalah, dengan Olah Roso (tidak memerlukan Nara Sumber apapun selain dirinya) dirinya akan dapat menemukan jalan keluarnya sendiri.

Dengan penjelasan tersebut di atas, jadi boleh dibilang, Seorang Kejawen Sejati, tidak mungkin untuk dicuci otaknya dalam konteks "Hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa." Hal ini dikarenakan, Seorang Kejawen Sejati, sudah memiliki hubungan yang unik dengan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga orang lain tidak dapat mencampurinya atau mempengaruhinya, pola hubungan tersebut kepada Janji-janji untuk masuk Surga.

Mengapa Kejawen difitnah

Agama-agama pendatang mempunyai kepentingan untuk merusak tatanan pemikiran kepercayaan penduduk asli. Hal ini dikarenakan, para pendatang yang membawa misi keagamaan itu, awalnya adalah merupakan perjalanan bisnis.

Demi kepentingan bisnisnya, melihat Kejawen yang memiliki “Kearifan Lokal”, para pebisnis agama tadi merasa gusar untuk bertindak sebagai kapitalis.

Apapun alasannya, sebuah bangsa yang menyebrangi lautan dengan misi bisnis, mereka adalah kelompok kapitalis, apapun dalihnya, karena dagang merupakan pengelolaan kapital demi keuntungan. Pengelolaan “Kapital” demi “Keuntungan”, inilah yang disebut “Kapitalis”.

Sehingga tidak mengherankan, agama-agama pendatang, juga memiliki pola pikir untuk mengambil keuntungan.

Jadi dalam rangka menculasi penduduk asli yang Berbudi Luhur (yang tidak punya buruk sangka), sebagai obyek mereka untuk dieksploitasi secara ekonomi.

Senin, 05 April 2010

Makna Bahasa dalam Sembahyang

Bahasa Ibu seseorang adalah sebuah prilaku yang melekat pada diri orang tersebut. Sehingga, apapun yang dikatakan merupakan pengadilan bagi dirinya sendiri. Oleh karenanya ada pribahasa; Mulutmu Harimaumu.

Intinya, jika kita bersembahyang dengan bahasa Ibu, hal ini akan mempunyai dampak yang lebih positif, ketimbang kita berdoa dengan bahasa hafalan yang kita tidak mengerti maknanya. Karena dari apa yang kita ucapkan, kita lebih mengerti akan tanggung jawab yang kita emban, yang mana semuanya tercermin dalam rangkaian kosa kata kita dalam berdoa.

Kita semua tahu, makna sembahyang itu tidak hanya memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa, tetapi juga bertanggung jawab atas apa yang kita mohonkan.

Bagi orang yang punya niat jahat, memang lebih enak sembahyang dengan bahasa yang ia sendiri tidak mengerti, karena (secara psikologis) hal itu tidak menimbulkan rasa tanggung jawab pada dirinya, yang ada hanyalah harapannya saja yang ia mohonkan.

Dengan demikian, bagi orang yang punya niat jahat, sembahyang dengan doa-doa yang ia sendiri tidak mengerti maknanya, akan melindungi dirinya dari rasa berdosa.

Sebagai seorang yang Berbudi Luhur, hendaknya kita dapat bersyukur, sekaligus mempertanggungjawabkan doa yang kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Dosa dan Rasa Berdosa

Dosa merupakan hukuman kepada seseorang dari perbuatan buruknya kepada Pihak Lain (Orang Lain, Alam, Mahluk Halus, Sesepuh, dlsb). Siapakah yang berhak untuk menilai itu dosa atau tidak? Jawabannya absolut, hanya Tuhan Yang Maha Esa

Ada pepatah, ketidaktahuan membuat orang lebih merasa nyaman dalam pikirannya. Karena Dosa seseorang, hanya Tuhan Yang Maha Esa yang mengetahuinya. Jadi sebenarnya, semua orang tidak akan terusik pikirannya jika dirinya berbuat kejahatan, kalau memang ia lahir dan tumbuh dibesarkan di lingkungan yang jahat.

Tetapi perlu diingat, sebagai keluarga normal, dari kecil kita selalu diajari oleh orang tua kita, untuk menjadi orang yang Berbudi Luhur. Dengan nilai-nilai, atau horma-norma yang baik, akan menumbuhkan Cognitif, Affektif dan Motorik pikiran yang positif. Sehingga jika kita berbuat menyimpang dari norma yang diajarkan oleh orang tua kita, maka dalam pikiran kita timbul rasa bersalah.

Sedangkan Rasa Berdosa adalah, perasaan yang selalu menghantui kita, karena perbuatan buruk kita sendiri kepada Pihak Lain (Orang Lain, Alam, Mahluk Halus, Sesepuh, dlsb).

Bagaimana seseorang dapat merasa berdosa? Hanya jika ia mengerti makna dari doa yang ia ucapkan.

Catatan:
Beruntunglah bagi Anda yang berdoa dengan bahasa yang Anda sendiri tidak mengerti, karena Anda tidak pernah merasa bersalah. Tetapi, semakin banyak orang yang seperti Anda, maka semakin cepat pulalahh dunia ini akan hancur.

Minggu, 28 Maret 2010

Tata Cara Membuat Obat

Pegang dengan kedua telapak tangan gelas air putih, ketika akan minum atau tempat air seperti, teko, gallon atau bak, ketika akan mandi, kemudian berdoa.

Ghusti
Saya mohon kiranya, Ghusti berkenan menjadikan zat air ini sebagai PENGHILANG segala penyakit lahir dan bathin saya/dalem


Hanya kepada Ghusti ingsun memohon
Matursembahnuwun Ghusti

Catatan:
Dilaksanakan sesering mungkin sampai sembuh

Tatanan Doa Permohonan

Bersyukur > Berserah Diri > Mohon Petunjuk > Permohonan > Beryukur

Bersyukur
Atas karunia Ghusti yang diterima dan yang berkaitan dengan Permintaan

Berserah Diri
Mengakui kesalahan2 yang berkaitan dengan Permintaan dan mohon ampunanNya.

Mohon petunjuk dan tuntunanNya
Ceritakan masalah yang sedang dihadapi

Permohonan
Utarakan masalah yang sedang dihadapi dan utarakan pula keinginan yang ada

Bersyukur
Atas izinNya untuk merasakan kebahagiaan dan untuk memohon

Catatan:
- Dikerjakan sebaiknya di waktu malam
- Ucapkan dengan suara pelan secara perlahan, agar kita sendiri mendengar dan mengerti (dengan bahasa Ibu)
- Sebelum berdoa pikirkan semua nikmat2 yang dirasakan dan ingat2lah kesalahan2 yang telah diperbuat sebisa mungkin yang berkaitan dengan hal yang sedang menjadi beban pikiran

Sabtu, 27 Maret 2010

Bahasa untuk Doa dan Sembahyang

Saya memang cenderung menggunakan kosa kata bahasa Indonesia dalam blog ini, dan bukan menggunakan bahasa Jawa. Hal ini dikarenakan, Agama Jawi adalah bukan Agamanya orang Jawa saja, karena Jawi itu bukan berarti Jawa. Tetapi, “Jawi” mempunyai makna “Memiliki Budi Pekerti Yang Luhur” yang didalamnya sarat dengan muatan “Keseimbangan dan Kebahagiaan Hidup.”

Apa yang membuat kita dapat merasa dekat dengan Tuhan Yang Maha Esa, ketika kita berdoa atau sembahyang menghadap Nya?
- Kita harus mengerti terlebih dahulu, makna apa yang ingin kita lafalkan (baik dalam hati, maupun diucapan dengan kata-kata). Karena hal ini, merupakan proses antara “Alam Sadar dan Alam Bawah Sadar” kita, bahwa kita benar-benar membutuhkan Ghusti.
- Dengan mengerti dan menghayatinya secara alami, hal ini akan membuat “Alam Bawah Sadar” kita dapat menangkap dan merespon makna tersebut dengan benar, ketika kita mengucapkan kata-kata yang memang kita mengerti dan menghayatinya sejak kita kecil, atau disebut dengan menggunakan bahasa Ibu.
- Dengan menggunakan bahasa Ibu, ibarat kita hidup di dunia ini, orang yang pertama memberikan kesempatan untuk kita melanjutkan hidup kita adalah Ibu. Oleh sebabnya, Ibu diberikan kemampuan oleh Ghusti, untuk dapat menyusui anaknya. Di lain pihak, bahasa Ibu pun, adalah bahasa yang pertama didengar oleh “Alam Bawah Sadar” kita, sejak kita berada dalam kandungannya.
- Jadi, dengan menggunakan bahasa Ibu, sudah pasti, kita mengerti dan menghayati secara alami tanpa pemaksaan, makna dari kosa kata yang kita lafalkan.
- Kekuatan pengertian antara “Alam Sadar dan Alam Bawah Sadar” kita, adalah sebuah kekuatan yang jika digunakan dengan keikhlasan kepada Ghusti, maka hasilnya pun akan menghasilkan segala sesuatu yang positif.

Mengapa ada beberapa Agama yang mengharuskan berdoa atau sembahyangnya dengan bahasa tertentu?
- Memang, setiap bahasa memiliki kekuatan atau ruh dari bahasa itu sendiri, dalam menjelaskan sesuatu. Seperti kita tahu, bahasa Jerman ruhnya adalah mengenai hal-hal yang berhubungan dengan tehnik, dimana kita tahu, kosa kata mengenai hal-hal tehnik, tidak ada bahasa yang sekomplit bahasa Jerman. Di sini lain, bahasa Prancis, memiliki kekuatan atau ruh bahasa “Cinta”, artinya, bahasa Prancis memiliki kosa kata yang lebih komplit, mengenai hal-hal yang berhubungan dengan “Cinta”, jika dibandingkan dengan bahasa lainnya.
- Selain itu, yang perlu kita ketahui bersama, bahwa bahasa Jawa adalah bahasa yang juga diakui oleh dunia internasional, sebagai bahasa pergaulan yang paling komplit di dunia. Tetapi, Agama Jawi tidak memaksakan untuk digunakan oleh seorang Kejawen. Hal ini jelas, dengan menggunakan bahasa Ibu, kita akan lebih mendapatkan ketenangan bathin, karena kita akan dapat benar-benar berkomunikasi dengan Nya.

Bolehkah kita Berdoa dan Sembahyang dalam bahasa Ibu?
- Tidak saja dibolehkan, tapi justru diharuskan. Hal ini karena, agar kita bisa mendapatkan rasa kedekatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebabnya, kita tidak perlu menghafal dan menghayatinya lagi makna kosa kata yang akan kita lafalkan.
- Proses mengerti dan menghayati “Makna Kosa Kata” secara alami, akan menghasilkan keikhlasan yang alami pula dari dalam diri kita.

Catatan:
Mahluk Halus atau mahluk Ghaib saja, mengerti apa yang dimaksud oleh seluruh manusia di muka bumi ini. Lalu bagaimana dengan Tuhan Yang Maha Esa? Tuhan Yang Maha Esa, tidak hanya mengerti setelah diucapkan oleh manusia, tetapi Tuhan Yang Maha Esa sudah lebih tahu sebelum kita ucapkan sekalipun.

Jumat, 26 Maret 2010

Berdosakah karena pindah Agama?

Berdosa karena pindah Agama, atau apapun sebutannya, banyak Agama mengutuk umatnya yang keluar dari Agamanya. Bagi seorang Kejawen Sejati yang berasal dari ajaran turun temurun keluarganya, bersyukurlah dirinya, karena ia tidak perlu mengalami pindah-pindah agama.

Tetapi, bagi seorang yang baru sadar akan keluhuran Agami Jawi setelah dirinya dewasa, dan ingin kembali lagi sebagai seorang Kejawen Sejati. Percayalah, Ghusti / Tuhan Yang Maha Esa tidak akan pernah menghukumnya. Karena, ketika dirinya menganut Agama Rosul yang menempatkan dirinya tidak lagi sebagai titipan Tuhan Yang Maha Esa, dimana hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa harus melalui “Perantara” untuk menyampaikan doa atau pujian kepadaNya.

Tidak sedikit pun Tuhan Yang Maha Esa menghukumnya, apalagi ketika ia sadar dan ingin memperbaiki kesalahan masa lalunya, dan kembali ke keyakinan Agami Jawi yang hakiki tersebut. Di lain pihak, mengakui dan meyakini bahwa kehidupan dirinya adalah pinjaman dari Ghusti, yang pada awalnya dititipakan kepada orang tua mereka yang melahirkannya.

Minggu, 14 Maret 2010

Ciptaan Tuhan Yang Maha Esa

Mengapa kita perlu membicarakan Kosa Kata Ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, hal ini mengingat banyak klaim dari beberapa Agama yang menyatakan bahwa Agama tersebut adalah Ciptaan Tuhan Yang Maha Esa

Kita dapat bedakan menjadi dua definisi :

1. Ciptaan Tuhan secara langsung; adalah berbagai hal yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa, tanpa perantara apapun.
  • Kehidupan
  • Nafas
  • dlsb
  • Atau yang disebut juga Ciptaan Tuhan Yang Maha Esa

2. Ciptaan Tuhan secara tidak langsung; adalah berbagai hal yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa, melalui perantaraan manusia yang dipintarkan.
  • Mobil Motor
  • Agama
  • dlsb
  • Atau yang disebut juga buatan Manusia

Catatan :
Jadi jelas, Agama adalah buatan Manusia, karena di Indonesia saja secara formalitas ada 5 Agama, dimana satu dan yang lainnya terkadang berhantam-hantaman adu argumentasi, bahkan bunuh-bunuhan.
Kalau Agama-agama tersebut, benar-benar buatan Tuhan Yang Maha Esa, maka tidak mungkin mereka akan saling baku hantam sendiri. Memangnya Tuhan Yang Maha Esa, seorang sosiolog yang baru semester I, sehingga tidak bisa menggunakan manajemen konflik secara benar. Untuk menghindari konflik itu sendiri.

Minggu, 14 Februari 2010

Catatan Penting bagi seorang Kejawen

Dari mayoritas blog yang mengatasnamakan untuk kepentingan Kejawen, ternyata mereka adalah milik orang-orang beragama Rasul, yang intinya ingin memutarbalikan fakta "Agami Jawi"

Bagi yang ingin memeluk "Agami Jawi" apapun suku bangsa Anda, Anda hanya perlu dengan mencoba dengan Olah Roso.

Agami Jawi adalah agama yang benar-benar mempercayai dan meyakini kebesaran Ghusti.

Sesungguhnya tidak ada yang namanya Kejawen Hindu, Kejawen Budha, Kejawen Islam ataupun Kejawen Kristen.

Nilai-nilai Agami Jawi memang sudah digeser oleh agama-agama pendatang. Agami Jawi adalah agama yang sudah tumbuh berkembang, jauh sebelum agama-agama import itu datang ke Indonesia.

Mengapa begitu?
Orang Jawa yang terkenal dengan sifatnya yang senkretis, sehingga hal ini dimanfaatkan oleh orang-orang pembawa Agama Import tersebut, agar nilai-nilai mereka dapat diterima oleh Agami Jawi, maka mereka mencoba untuk mengawinkan Agama mereka dengan Agami Jawi yang sudah tumbuh jauh lebih lama dari Agama mereka.

Dan, setelah Soeharto jatuh, mereka (pemeluk Agama Import) menganggap sudah sangat kuat, sehingga mereka berniat untuk menggeser Agami Jawi dari Bumi Nusantara ini. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya ancaman, baik fisik maupun non fisik yang mereka lakukan kepada orang-orang awam di Indonesia.

Dengan keteguhan Para Kejawen Sejati sepertia Anda, saya yakin, Agami Jawi lambat laun akan menjadi tuan rumah kembali di tanah kelahirannya sendiri.

Etimologi

Kejawen adalah sebuah Agama Lokal pertama yang lahir di Indonesia, yang dianut di pulau Jawa oleh suku Jawa, dan sukubangsa lainnya yang tinggal atau menetap di pulau Jawa.

Kata “Kejawen” berasal dari kata Jawi, sebagai kata benda yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia, yaitu seorang yang Berbudi Luhur. Sehingga Kejawen juga sebagai sebutan/predikat bagi pemeluk "Agami Jawi", sebagai contoh, seperti pemeluk agama Islam disebut sebagai Muslim.

Dalam konteks umum, kejawen merupakan Agama lokal Indonesia. Seorang ahli antropologi Amerika Serikat, Clifford Geertz pernah menulis tentang Agama ini, dalam bukunya yang ternama The Religion of Java atau dalam bahasa lain, Kejawen disebut "Agami Jawi".

Penganut ajaran untuk Kejawen biasanya, menganggap ajarannya sebagai seperangkat cara pandang dan nilai-nilai yang dibarengi dengan sejumlah prilaku orang yang beradap.

Ajaran kejawen biasanya bertumpu pada konsep "Keseimbangan". Dalam pandangan demikian, Kejawen memiliki kemiripan dengan Konfusianisme atau Taoisme, namun tidak sama pada ajaran-ajarannya.

Tetapi kini, bagi Kejawen Sejati, dengan Olah Roso, kita paham bahwa untuk berkomunikasi dengan Ghusti, kita dapat menggunakan suara hati, apapun bahasanya.

Catatan :
Agami Jawi, tidak menjadi monopoli orang-orang Jawa semata. Agami Jawi, Agamanya orang-orang yang ingin dapat Berbudi Luhur... Bahkan Agami Jawi ini, dapat diterapkan di belahan dunia manapun.

Catatan

Mantra dan Doa
Saya menggantikan kata mantra dengan doa, hal ini jelas alasannya. Bagi orang yang mengaku seorang Kejawen, tetapi mereka mengatakan doanya sebagai mantra, dapat dipastikan bahwa mereka, secara sengaja atau tidak sengaja terpengaruh oleh kelompok/golongan, yang ingin mendiskriditkan atau memutarbalikan fakta, sehingga orang menganggap bahwa Kejawen itu adalah sebagai aliran Kebatinan / Ilmu Hitam / Penyembah Berhala.

Jadi, bagi Anda yang mempelajari Agami Jawi dari sumber-sumber yang tidak jelas. Jika mereka menyebut Mantra, sebaik apapun prolog dari tulisan itu, dapat dipastikan bahwa mereka adalah orang-orang dari agama lain, yang ingin merusak makna luhurnya Agami Jawi.

Allah dan Ghusti
Kita sama-sama sepakat bahwa Tuhan sebagai “Yang Maha Pencipta” adalah Esa, sehingga seperti Air, kita pun dapat menyebut dalam bahasa Inggris; Water, atau dalam bahasa Jerman; Wasser, tetapi inti semuanya adalah sama, yakni H2O. Jadi, makna intinya adalah, jika Tuhan kita sapa dengan bahasa apapun, maka yang dimaksud adalah tetap Tuhan Yang Maha Esa. Berinteraksi dengan Tuhan Yang Maha Esa saat kita menyembahNya, merupakan hubungan yang unik bagi setiap individu. Saya pribadi menggunakan kosa kata Ghusti untuk menyembahNya.

Kanuragan
Orang-orang yang ingin menyesatkan pemahaman Agami Jawi, mereka memutarbalikan fakta, dengan menyisipkan kedalam ajaran Kejawen, yakni "
metode praktis untuk melatih ilmu tenaga dalam". Padahal ilmu itu adalah, ilmu bela diri tradisional orang-orang Jawa yang disebut Kanuragan. Jadi Kanuragan sama sekali bukan bagian dari Agama Jawi, karena Agama Jawi tidak mengajarkan seseorang untuk perang. Dan anehnya, para penganut Kanuragan, ternyata banyak yang melafalkan Mantra mereka dengan bahasa Arab.

Empat Tekad Dalam Berdoa

Dalam tradisi Jawa, seseorang dapat mewujudkan doa dalam bentuk lambang atau simbol. Lambang dan simbol dilengkapi dengan sarana ubo rampe sebagai pelengkap kesempurnaan dalam berdoa.

Lambang dan simbol mengartikan secara kiasan bahasa alam yang dipercaya manusia Jawa sebagai bentuk isyarat akan kehendak Tuhan Yang Maha Esa / Ghusti. Manusia Jawa akan merasa lebih dekat dengan Tuhan jika doanya tidak sekedar diucapkan di mulut saja (NATO: not action talk only), melainkan dengan diwujudkan dalam bentuk, seperti; tumpeng, sesaji dsb. sebagai simbol kemanunggalan tekad bulat.

Olehkarenanya, manusia Jawa dalam berdoa melibatkan "Empat Unsur Tekad Bulat" yakni; Hati, Fikiran, Ucapan, dan Tindakan. Upacara-upacara tradisional sebagai bentuk kepedulian pada lingkungannya, baik kepada lingkungan Masyarakat Manusia, maupun Masyarakat Gaib yang hidup berdampingan, agar selaras dan harmonis dalam melakukan penyembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa / Ghusti.

Bagi manusia Jawa, setiap "Rasa Syukur dan Doa" harus diwujudkan dalam bentuk tindakan riil (atau diiringi dengan usaha), sebagai bentuk ketabahan dan kebulatan tekad yang diyakini dapat membuat doanya dikabulkan.